Gambar di bagian depan kartu pos |
Lalu tangan ini membalikkannya ke sisi yang lain untuk bisa segera membaca bagian berita yang biasanya dituliskan pada sebuah kartu pos. Stempel posnya jelas terbaca darimana kartu itu dikirim. Perlahan setiap barisan kata mulai dibaca, rupanya kartu itu ditujukan pada anak-anak yang sedang berada jauh dari sang Bapak. Dalam menuliskan nama-nama anaknya, beliau menambahkan 'gelar khusus' yang menunjukkan betapa beliau sungguh-sungguh mencintai dan menyayangi mereka. Ada yang bernama Ibnu dengan 'gelar khusus', Kekasih. Ada yang bernama Faridah Dwi Yuliatin dengan 'gelar khusus', Buah Hati. Yang terakhir ada nama Chotimah dengan 'gelar khusus', Kesayangan.
Isi berita kartu pos |
"Kasih sayang dihati Bapak selalu kepada kalian. Berbaktilah pd Ibumu. Belajar sholat ngaji perlu. Setelah selesai kewajiban Bapak ditanah suci ini segera pulang - Karena Sudah Rindu Selalu"
Makkah, 15-10-1979
Airmata sudah tak terbendung, membaca kalimat terakhir seolah-olah beliau sedang mengucapkannya secara langsung. Sudah hampir 35 tahun kartu pos ini tertulis dan terkirim, tapi getaran cinta dan kasih sayang beliau masih terus terasa hingga kini, seperti ucapan "Aku Cinta Kalian..." yang disuarakan dengan syahdu di dalam gua yang bergema. Terlintas pertanyaan dalam pikiran, jika cinta beliau telah begitu nyata kepada anak-anaknya, lalu apakah yang telah dilakukan mereka untuk membalas cinta itu?
Inilah pendidikan kasih sayang yang sebenarnya, dimana peran seorang Bapak menjadi teladan bagi anak-anaknya. Saat itu beliau hanya tahu bagaimana menyatakan cinta dan mewujudkannya dalam tindakan nyata. Tidak semua Bapak terpikir untuk menuliskan pesan dalam kartu pos saat sedang berada di tempat yang jauh, lalu mengirimkannya dan hingga kini masih tersimpan. Setelah berpuluh tahun tulisannya akan "berbicara" tentang cinta dan bagaimana menghargai keberadaannya. Semoga kita semua bisa belajar dari masa lalu dan mampu melakukan yang terbaik saat ini untuk memperindah masa depan.